Kapolri Jenderal Idham Azis : Polisi Tak Boleh Jadi Monster saat Menghadapi Masyarakat

oleh manager
1019 tampilan
Bagikan berita ini

 

Diduga sempat dianiaya polisi, 1 warga Asiki meninggal di klinik perusahaan sawit

Jakarta.Jenderalnews.com – Kapolri Jenderal Idham Azis meminta seluruh jajarannya melakukan pola hidup sederhana, sebagaimana diajarkan oleh semua agama yang diakui di Indonesia.

Imbauan itu diutarakannya saat berbincang dengan Ustadz Das’ad Latif dalam acara Ngobrol Perkara Iman atau ‘Ngopi’. Diskusi virtual itu membahas seputaran agama dan situasi di tengah pandemi Covid-19 atau virus corona di Indonesia.

“Sesuai etika di dalam asas Tribrata dan Catur Prasetya, Polri merupakan pelindung, pelayanan dan pengayom masyarakat, bukanlah penguasa,” kata Idham Azis, di Jakarta, Senin (18/5/2020).

Idham menambahkan, polisi harus memiliki ketauladanan hidup sederhana atau tidak boleh menerapkan perilaku hedonisme.

“Menegakkan disiplin dengan hormat, menampilkan sisi humanis, tidak boleh menjadi monster karena yang dihadapi adalah masyarakat dan saudaranya sendiri,” tutur Idham.

Di sisi lain, Idham menekankan bahwa, polisi harus memiliki sikap empati yang lebih untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Idham juga mengingatkan masyarakat untuk mengikuti anjuran para ulama saat menghadapi situasi wabah virus corona.

“Melalui Maklumat yang telah dikeluarkan berhubungan dengan pandemi Covid-19, untuk melakukan dan tidak melakukan hal-hal yang telah anjuran dari ulama atau Pemerintah untuk mentaati anjuran hidup sehat, cuci tangan, budayakan pakai masker, physical distancing dan tidak mudik,” kata Idham.

Idham juga menyatakan bahwa, jajarannya di Korps Bhayangkara juga tetap menjalankan tugasnya demi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Dia juga menyebut, Polri berperan aktif dalam menangani penyebaran Covid-19.

“Bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 seluruh aktivitas di institut Kepolisian berjalan dengan baik, karena saat ini Negara membutuhkan pengabdian, agar dapat sesegera mungkin keluar dari pandemi ini,” ucap Idham.

Menurut Idham, jika seluruh masyarakat Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa mengikuti anjuran Pemerintah dan ulama untuk bergotong-royong membangun solidaritas sesama masyarakat, dia yakin Negara akan menang melawan virus corona.

Sementara itu seperti di beritakan oleh jubi.com mengatakan bahwa,” Seorang warga Distrik Asiki, Kabupaten Boven Digoel, Papua, meninggal dunia di klinik perkebunanan kelapa sawit PT Tunas Sawa Erma pada Sabtu (16/5/2020). Sebelum meninggal, warga bernama Marius Betera itu diduga dianiaya polisi.

Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke, Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC meminta dugaan penganiayaan itu diusut, dan pelakunya diproses sesuai hukum yang berlaku. Sementara Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun tangan menangani kasus itu.

Pada Sabtu pagi Marius Betera mendapati kebun pisangnya rusak. Kebun pisang itu berada di areal Camp 19 perkebunan PT Tunas Sawa Erma (TSE), sehingga Betera menduga kebunnya dirusak eskavator milik PT TSE.

Betera lalu mendatangi pos polisi di Camp 19, untuk mengadukan masalah itu, namun gagal bertemu pejabat di sana. Korban lalu mendatangi kantor PT TSE di Camp 19, dan mengadukan masalah perusakan kebunnya itu.

Kepada manajemen PT TSE, ia menyatakan perusahaan belum pernah mengumumkan kebun pisangnya akan dibersihkan perusahaan, sehingga ia tak sempat memanen pisangnya. Betera marah dan menyatakan merasa dirugikan atas peristiwa itu.

Saat Betera akan pulang, ia ditemui seorang polisi berinisial M. Di depan sejumlah karyawan perkebunan itu, M memukuli Betera, dan menendang perut korban. Jubi menerima sejumlah kesaksian yang menyatakan telinga Betera berdarah akibat pemukulan itu.

Sekitar pukul 11.00, Betera kembali mendatangi pos polisi di Camp 19 untuk mengadukan penganiayaan yang dialaminya. Gagal bertemu pejabat di sana, korban lalu pulang. Sekitar pukul 13.00, korban merasa tidak enak badan, sehingga dibawa ke klinik PT TSE di Camp 19. Betera akhirnya meninggal di klinik itu.

Administrator Apostolik Keuskupan Agung Merauke, Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC meminta dugaan penganiayaan itu diusut, dan pelakunya diadili. “Saya mengutuk dengan keras pembunuhan itu. Pembunuhan kepada siapapun adalah kejahatan melawan kemanusiaan. Siapapun yang melaksanakan pembunuhan itu, apalagi kalau dia adalah aparat keamanan, harus segera ditangkap, diadili, dan dihukum,” kata Uskup.

Uskup menegaskan orang Papua seperti manusia-manusia yang lain, adalah gambaran Allah. Ia mengingatkan bahwa setiap polisi yang ditempatkan di Papua adalah aparat keamanan yang bertugas mengamankan semua rakyat.

“Itu berarti polisi mengamankan semua rakyat, bukan hanya rakyat yang bekerja di perusahaan. Kalau ada masalah, dialog harus diutamakan, bukan diselesaikan dengan kekerasan,” kata Uskup.

 

Reporter Sandra Charlotte

Berita Lainnya untuk Anda

Tinggalkan Komen