Hendrik Yance Udam : Sosok Misterius Menggetarkan Dunia Perpolitikan Tanah Air (Sang Inspirator  Pembawa Cinta dan Kedamaian)

oleh manager
876 tampilan
Bagikan berita ini

 

Di tulis oleh  Rofnus M. Saverinus GAA.S.sos Ketua DPD PCI  Provinsi NTT/Ketua Gercin

Dunia perpolitikan tanah air dikejutkan dengan deklarasinya sebuah Partai Politik baru Partai Cinta Indonesia yang dikomandoi oleh sosok misterius yang namanya tidak pernah didengungkan kebanyakan orang, jejak langkahnyapun hampir tidak dideteksi oleh peralatan canggih apapun.

Karena memang orang tidak pernah memperhitungkan bahwa sosok pria ganteng yang hitam kulitnya, keriting rambutnya mampu menembus batas perpolitikan tanah air yang sedang panas dingin mempersiapkan kader untuk bertarung menjelang pesta demokrasi serentak 2024.

Jauh-jauh hari para elit Politik, para tokoh yang sudah melalang buana di nusantara dengan kampanye dan gagasan-gagasan bagaimana membangun Bangsa yang pluralisme yang beranekaragam budaya, suku, ras,agama sudah mendirikan Partai Politik baru guna mempersiapkan langkah-langkah strategis dalam pertarungan politik 2024.

Ada yang kecewa ada yang gencar bersosialisasi ke daerah-daerah untuk mendapatkan simpatik masyarakat, namun tidak sedikit Partai Politik baru harus terpental karena kegagalan dalam membentuk kepengurusan di daerah sampai keakar rumput sebagai suatu syarat wajib menurut Undang-Undang Partai Politik dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang syarat-syarat menjadi sebuah Partai Politik tidak terwujud, walaupun sudah deklarasi berdirinya parpol baru beberapa tahun lalu dilakukan.

Suatu langkah berani Hendrik Yance Udam, dan kawan – kawan  mendirikan Partai Politik baru, menjelang berakhirnya batas waktu lebih kurang 2.5 tahun sebelum hari pemungutan suara. Langkah berani, Partai baru yang sudah bentuk beberapa tahun lalu saja, belum rampung membentuk kepengurusan di tingkat provinsi 75 % dan 50 % di tingkat kabupaten/kota, karena tantangan dan hambatan di daerah sangatlah beragam serta karakter daerah yang turut gagalnya membentuk kepengurusan daerah.

Hendrik Yance Udam, sangat yakin dan seyakin-yakinnya bahwa walaupun Partai Cinta Indonesia baru deklarasi 1 Oktober 2021 menjelang berakhirnya batas waktu sebelum hari pemungutan suara akan mampu membentuk semua kepengurusan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan seluruh Indonesia dan bahkan dalam Pidato Politik beberapa hari lalu dalam sebuah acara deklarasi pembentukan DPD dan DPC, DPAC,DP – RAN se-tanah Papua berani mematok perolehan suara untuk menghadapi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold atau paling tidak Partai Cinta Indonesia mempunyai perwakilan anggota legislatif disetiap daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki satu fraksi di DPRD. Apakah ini angan-angan seorang Hendrik Yance Udam terlalu tinggi, atau mimpi disiang hari ?, Tidak…!.

Keyakinan seorang pria tangguh dengan apa yang pernah dia alami dan dia rasakan getaran denyutan jantung masyarakat, gejolak dan teriakan akan sebuah perubahan menjadi daya dorong dan daya juang tersendiri untuk mewujudkan cita-citanya.

Dia ingin membuktikan kepada dunia, bahwa tidak selama hanya orang konglomerat, atau kaum pejabat yang bisa mendirikan sebuah partai politik. Tidak selamanya hanya orang Jakarta atau orang bagian Barat Indonesia yang bisa mendirikan Partai politik, tetapi setiap warga Negara tanpa terkecuali bisa berkontribusi membangun bangsa dengan mendirikan partai politik sebagai alat perjuangan.

Belajar dari pengalaman Partai-Partai lama yang sudah mengakar ke masyarakat, ternyata tidak juga menjadi pemenang tunggal. Sebagai contoh, Partai yang lahir setelah Indonesia merdeka tidak juga mampu mendapat dukungan masyarakat dan saat ini tinggal sejarah mencatat pernah berdiri di tanah air Indonesia. Di era Orde Lama, walaupun membatasi hanya 3 (tiga) Partai Politik masyarakat belum seutuhnya peran Partai Politik sebagai alat penguasa kebijakan pembangunan.

Pada era Reformasi, bagaikan binatang yang keluar dari penjara panjang baru menikmati era kebebabas yang ditandai dengan lahirnya puluhan Partai Politik baru di tanah air, itupun bagaikan bintang berguguran jatuh karena minimnya dukungan masyarakat.

Kita belajar berpartai Politik dari waktu ke waktu ambil dari terakhir pemilu 2019.  Umumnya para pendiri Partai Politik adalah yang mempunyai pengaruh besar, yang punya banyak uang, berpangkat tinggi, memiliki stasion TV,dll. Apa buktinya, mereka sebagian gugur harus menelan ludah.

Apa yang kurang dari Partai Golkar, semua infrastruktur ada disana, ternyata dia hanya memperoleh urutan tiga secara nasional, Gerindra apa yang kurang tokoh berpengalaman, berpangkat tinggi dia tidak menjadi pemenang utama secara nasional, PAN – tokoh politik, guru besar, tokoh reformasi, hasilnya tidak signifikan belakangan terjadi perebutan kepentingan.

Hanura apalagi harus terjun bebas dimedan perpolitikan tanah air. Perindo dan Nasdem apa yang kurang dari mereka punya segala-galanya dan bahkan mereka menguasai teknologi informasi  dan komunikasi, merekapun tidak menjadi pemenang untuk menarik simpatik masyarakat.

Tentunya semuanya ada yang salah dalam pengurusan ini. Idealnya Partai semakin banyak, kesejahteraan masyarakat semakin baik. Perekonomian masyarakat semakin baik. Kesehatan dan Pendidikan masyarakat semakin baik. Perekonomian dan pembangunan infrastruktur semakin baik. Ternyata itu semua tidak menjadi jaminan masyarakat senang, malah keadaan sebaliknya kehidupan masyarakat terusik oleh gerakan-gerakan yang selalu mengatasnamakan masyarakat, mengatasnamakan agama untuk berbuat jahat kepada orang lain.

Kehidupan seakan-akan mengkotak-kotakan menurut tradisi budaya, suku, agama dan rasnya masing-masing sehingga dengan mudahnya masyarakat mendiskreditkan orang lain. Gerakan intoleransi, radikalisme, Hoax, terorisme tidak menjadi barang baru lagi ditanah air ini yang dibangun dengan susah payah.

Gerakan Papua merdeka untuk memisahkan dirinya dengan NKRI belum bisa teratasi. Semuanya itu terjadi sesungguhnya karena para elit politik belum mampu menyentuh denyutan nadi, denyutan jantung masyarakat yang menjadi keinginan dan harapannya tidak pernah terwujud, itu semua kepentingan elit yang mengatasnamakan rakyat

Mengapa semua itu terjadi….!, Karena pendekatan pembangunan yang dilakukan menggunakan pendekatan  kepentingan, yang bukan menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi BRUTAL.

Hendrik Yance Udam, dan Partai Cinta Indonesia pasti akan menjawab semua tuntutan masyarakat dengan melakukan pendekatan HATI, Pendekatan CINTA, Pendekatan PERSAUDARAAN, menjadikan seluruh warga Negara Indonesia dari Papua sampai Aceh, dari Sangai sampai Pulau Rote adalah saudara, walaupun kita berbeda paling tidak kita semua adalah sama makluk ciptaan Tuhan.

Hanya Partai Cinta Indonesia yang mampu melakukan itu semua karena Partai Cinta Indonesia adalah Partainya masyarakat kecil yang hidupnya di gubuk-gubuk, di hutan-hutan, di daerah terpencil terluas yang sulit terjangkau, dan menjadikan seluruh masyarakat Indonesia yang mendiami NKRI menjadi kader dan pejuang Cinta dan Kedamaian.

Tulisan ini atas rasa kagum, bangga sekaligus penasaran akan sosok Hendrik Yance Udam sang Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Rakyat Cinta Indonesia (DPN GERCIN) dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Cinta Indonesia (DPP PCI).

Rasa kagum karena sejarah telah mencatat sejak Indonesia merdeka baru pertama kali Putra Papua yang hitam kulitnya, keriting rambutnya mampu bersaing dikancah Nasional dan mensejajarkan dirinya dengan tokoh-tokoh besar lainnya yang sudah punya nama besar karena kemampuan ekonomi/financial membentukan organisasi untuk mempopulerkan dirinya, mereka semua adalah para pembesar bangsa atau kaum konglomerat kelas wahid di Nusantara ini, rakyat Indonesia tidak akan kaget akan hal ini.

Namun munculnya sosok anak Bangsa yang tidak memiliki latarbelakang tokoh apapun dia berani mensejajarkan dirinya dengan tokoh lainnya dengan mendirikan organisasi masyarakat (ormas) dan Partai Politik. Tentunya ini bukan hal yang biasa tetapi luar biasa.

Saya juga merasa bangga akan sosok ini setelah mempopulerkan dirinya ternyata dia adalah anak seorang petani di kampung  halamannya, dia tidak miliki apa-apa untuk mendukung dan menopang organisasi seperti kebanyakan tokoh pendiri lainnya.

Dia mulai bermodalkan keberanian untuk mengubah sebuah perilaku para tokoh yang  oleh Faisal Basri dan Haris Munandar dalam bukunya berjudul Untuk Republik : Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa terbitan LRSA Press ini, mengatakan Kesederhanaan tokoh bangsa, sebuah keteladanan yang mulai hilang dengan mengutip petuah yang diujarkan H. Agus Salim, Faisal menekankan semangat rela berkorban yang harus menjadi sikap pokok setiap pemimpin dalam melayani masyarakat.

Saya juga penasaran terhadap seorang tokoh rakyat sejati. Karena tokoh-tokoh lain mengaku lahir dari seorang petani ternyata hanya untuk menarik simpatik rakyat, tetapi tokoh ini sungguh sebuah kejutan bagi dunia perpolitikan masa kini, seorang putra asli Papua yang kita kenal bersama mendapat julukan miring dari waktu ke waktu, seluruh potensi sumber daya alam dieksploitasi kaum penguasa untuk kepentingan golongannya dengan mengatasnamakan masyarakat Papua, kenyataan hari ini masyarakat Papua tetap saja terkebelakang dari segala aspek kehidupan.

Bukan tidak ada alasan sebagian masyarakat Papua memproklamirkan kemerdekaan yang terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena keadilan dan pemerataan pembangunan selalu mengarahkan untuk kepentingan tertentu sementara potensi sumber daya alam yang luas biasa. Sangat ironis memang potensi alam melimpah rakyatnya hidup menderita.

Tekad inilah membawa Hendrik Yance Udam, berani menembus batas dengan mendirikan sebuah organisasi masyarakat dengan nama Gerakan Rakyat Cinta Indonesia (Gercin) dan sebuah Partai Politik bernama Partai Cinta Indonesia. Keberanian inilah membuat banyak orang termasuk saya menjadi penasaran akan konsep apa yang diusung untuk mengubah perilaku elit penguasa bangsa ini.

Tagar yang selalu diungkapkan beliau adalah apabila orang baik tidak berpolitik, maka rusaklah bangsa ini, karena pemerintahan dikuasai oleh orang-orang penjahat, pencuri dan perampok. Untuk mengubah perilaku ini maka orang baik harus berpolitik. Konsep yang ditawarkan untuk mengubah perilaku menurut Hendrik Yance Udam, Ketua DPN Gercin Indonesia dan Ketua Umum DPP Partai Cinta Indonesia adalah “MEMBANGUN INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CINTA DAN KEDAMAIAN”

Mengapa konsep ini diusung Hendrik Yance Udam dalam membangun bangsa yang sudah merdeka 76 Tahun, namun sebagian masyarakat merasakan belum tersentuh kemerdekaan, seperti sebagian wilayah Indonesia terutama sebagian wilayah Indonesia Bagian Tengah  dan wilayah Indonesia Bagian Timur umumnya sebagian masyarakat belum seutuhnya merasakan kemerdekaan karena, penerangan listrik masih barang langkah karena masih banyak wilayah pedalaman di desa-desa terpencil belum dialiri listrik Negara, masyarakat masih menggunakan penerangan tradisional, jalur transpotasi antar kampung atau desa masih sangat minim untuk pendistribusian barang dan jasa,

Apalagi kalau kita bicarakan berkaitan dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah masih terdapat anak usia sekolah yang belum bisa baca dan menulis, angka buta huruf masih sangat tinggi, tingkat kesehatan masyarakat masih menjadi momok bagi masyarakat, apalagi kalau kita bicara soal ekonomi dan daya beli masyarakat sudah sangat memprihatinkan, sedangkan masyarakat perkotaan masih banyak mengeluhkan jaringan telekomunikasi yang terbatas.

Untung Presiden Joko Widodo, Presiden yang berhati mulia, berani menantang badai walaupun ditantang oleh banyak orang, sejarah bangsa pula mencatat bahwa selama kepemimpinan Joko Widodo, kawasan Indonesia Tengah khususnya NTT dan kawasan Indonesia Timur paling banyak dikunjungi.

Kunjungan berbuah hasil, sebagian daerah sudah mengalami perubahan walaupun belum seberapa tetapi niat baik yang tulus Joko Widodo pantas mencatatkan dirinya sebagai Presiden terpopuler di kawasan Indonesia bagian Tengah (NTT) dan kawasan Indonesia Bagian Timur.

Hendrik Yance Udam adalah seorang pemberani, tokoh perubahan yang lahir dari rahim seorang ibu petani/rakyat jelata yang memiliki tekad pejuang yang sangat kuat seperti diungkapkan H.O.S. Tjokroaminoto : Teladan Perjuangan Kepemimpinan dan Kesederhanaan atau tokoh besar lainnya Tan Malaka : Perjuangan dan Kesederhanaan. Dia belajar dari kesederhanaan dari kampung halamannya tentang konsep hidup rukun dan damai bahwa seorang pemimpin tidak semestinya hanya lahir dari kaum elit, kaum konglomerat, kaum penguasa, tetapi pemimpin juga bisa lahir dari akar peradaban manusia atau akar rumput yang karena pengalaman dan kemampuannya bisa menjadi seorang pemimpin.

Seorang pemberani dan pejuang sejati selalu belajar dari tokoh-tokoh besar bangsa seperti : pengorbanan tulus yang dilakukan sejumlah tokoh dunia.  Presiden Uruguay Jose Mujica, yang menolak menerima uang pesangon saat pensiun dari jabatannya. Begitu pula Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang kerap tidur di karpet kantornya, dan dikenal sederhana dengan mobil bututnya.  Sikap tersebut telah semakin diabaikan oleh pejabat, pemimpin, dan birokrat di negeri ini.

Kebahagiaan yang diraih dari jabatan oleh para pemimpin Indonesia, cenderung tidak dilakukan untuk melayani masyarakat. Mereka justru mempergunakannya sebagai jalan untuk memperkaya diri.

Tekad Hendrik Yance Udam juga terinspirasi pidato Bung Karno  berjuang untuk apa? Berjuang untuk nusa dan bangsa, tentu saja memberikan kontribusi baik bagi negara Indonesia. Tidak harus yang besar, kontribusi kecilpun itu akan berarti apabila semua masyarakat Indonesia punya kesadaran akan berjuang dan cinta tanah air. “Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari.

Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita” kata-kata tersebut bagaikan bahan bakar yang membumi hanguskan seluruh jiwa dan raga seorang Hendrik Yance Udam.

 

 

 

Berita Lainnya untuk Anda

Tinggalkan Komen