Mengapa Memilih Partai Cinta Indonesia ( Refleksi Menentukan Pilihan Politik)

oleh manager
388 tampilan
Bagikan berita ini

Oleh : Rofinus M. Saverinus GAA.S.Sos

Ketua DPD Partai Cinta Indonesia Provinsi NTT/Ketua DPD Gercin

Berpolitik adalah Pilihan. Saya dilahirkan dari keluarga anak petani miskin disebuah kampung di Desa Saga – Ende Flores – NTT, tepatnya tanggal 10 Juni 1961 dan saat ini usiaku genap 60 tahun, rasanya baru kemarin aku hidup. Darahku mengalir bukan darah dari seorang politisi akan tetapi mengalir darah seorang petani miskin.

Berpolitiktidak pernah terlintas dalam impian atau harapan. Ketika dewasa dan berkarya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur, hati mulai tergugah ketika saya dipercaya menjadi Ajudan Ketua DPRD, kala itu dijabat oleh Bpk. Jan Jos Botha putra Flores yang perawakannya tinggi, besar, putih dan rambut sedikit kriting seperti orang Portugis.

Beliau dikenal keras, disiplin dan pekerja keras, tokoh sentral yang mengubah perilaku dan cita-citaku menjadi seorang politisi. Sifat dan karakternya keras dan disiplin  sehingga kebanyak orang takut dan nyalinya  ciut tidak kecuali anggota DPRD yang didominasi oleh Partai Golongan Karya atau kita kenal GOLKAR.

Awal kebersamaan dengan beliau sangat menjengkelkan, karena tanpa sesaatpun tersenyum apalagi tertawa atau anggukan kepala saat bertegur salam atau bertanya. Sebagai anak kampung walaupun darah petani yang mengalir, setidaknya mengalir juga darah prajurit dari ayah menjadi tekadku sekuat baja, dan ingin terus belajar apa dan mengapa beliau bersikap seperti itu yang tidak bersahabat. Kurang lebih 10 bulan saya bersamanya. Di suatu siang beliau memanggilku untuk menghadap. Pantatku seakan melayang ketika duduk dikursi empuk, di ruang kerja Ketua Dewan.

Dengan wajah yang sangat seram dan menakutkan beliau bertanya tanpa basa basi dengan suaranya yang bergelegar kamu bodok atau tidak tau malu atau apa, setiap hari saya marah, marah dan marah lagi, ko kamu diam saja ??? tanyanya dengan nada sinis. Sebagai seorang anak desa, dengan didikan keras, tentunya tidak gentar menghadapi itu semua.

Dengan tenang saya menjawab, kapan bapak marah saya, kapan bapak pukul saya, kapan bapak buang hasil kerja saya atau usir saya, bapak tidak pernah lakukan itu pada saya, alasan apa buat saya lari atau takut ???, Bapak orang Flores dari Bajawa – Ngada, saya dari Ende.

Paling tidak watak dan karakter kita sama, keras dan berpendirian teguh. Apa yang bapak lakukan selama ini adalah nasihat dan sekaligus bekal buat saya  agar di kemudian hari saya pun bisa sama seperti bapak.

Apa yang terjadi, beliau bangun dan peluk saya, ternyata dia menangis. Pernyataan inilah membuat saya saat ini berada dalam kendaraan Partai Cinta Indonesia saat ini.

Mulai saat itu beliau sangat sayang pada saya, kemanapun beliau pergi di seluruh Indonesia saya menjaganya, dan  pertaruhkan nyawa saya untuk beliau. Suatu ketika kami bertugas mengikuti kegiatan Rapat Pimpinan DPRD seluruh Indonesia di Medan Sumatera Utara, tanpa sadar tugas itu menjadi tugas akhir beliau sebagai Ketua sekaligus sebagai wakil rakyat di bulan Juni 1997.

Beliau berpesan kepada saya pengalamanmu sudah cukup banyak tetapi janganlah engkau mengejar jabatan eksekutif, karena ketika kamu kejar akan semakin jauh bersaing dengan teman-temanmu yang sudah lebih dahulu melangkah, tetapi jangan berkecil hati kejarlah jabatan politik, dimasa depan hidupmu pasti akan sama dengan saya. Saat ini engkau telah belajar tipe kepemimpinan sipil yang selalu mengedepankan hati nurani, tetapi sebentar lagi saya akan merekomendasikan kami untuk bersama ketua dewan yang baru, dan disitu engkau akan belajar bagaimana kepemimpinan militer yang selalu menggunakan system komando. Setelah semuanya terjadi kamu harus lanjutkan kuliah kamu sehingga tercapailah cita-citamu.

Lebih kurang 30 tahun saya berkarya di Sekretariat DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai staf dan pejabat fungsional perencana. Saya tidak pernah berambisi untuk menjadi pejabat structural walaupun Gubernur kala itu sangat kenal dekat. Tahun 2016 saya dipaksakan untuk menjabat sebagai Kepala Seksi Program Pembangunan Daerah pada Bappeda Provinsi NTT, dan awal tahun 2019 saya dipindahkan lagi menjadi Kepala Seksi Sistem Informasi dan Perencanaan Kompetensi ASN pada Badan Diklat Provinsi NTT, dan akhirnya pensiun  1 Januari 2020.

Mengapa memilih Partai Cinta Indonesia. Ketika pensiun awal tahun 2020, tawaran dari berbagai pengurus partai politik datang silih berganti untuk bergabung. Anehnya ketua-ketua Parpol yang menawarkan saya adalah karena mereka sudah mengenal betul saya seperti apa.

Hanya saja bisikan hati tidak nyaman, saya ingin bergabung dengan parpol bukan karena paksaan dalam mengambil keputusan, tetapi ketika hati merasa nyaman dan sejuk, disitulah saya menjatuhkan pilihan saya. Pilihan menjadi politisi adalah berat. Ketika teman, sahabat, keluarga mempengaruhi kita, disitu kita merasa bimbang, sakit hati, kecewa.

Mengapa tidak. Ketika kita memilih pada parpol yang sudah mapan dan system kaderisasi dan pendidikan politik yang sudah susun rapih, kita yang masih minim pengalaman pasti akan terpental dan menjadi tidak terpakai dan menjadikan kita ban serep alias cadangan. Ketika hati dan pilihan jatuh pada parpol yang berasaskan agama, hati juga berkecamuk agama yang saya anut tidak sama, tapi pimpinan parpol itu adalah saudara saya.

Ketika pilihan saya melirik parpol milenial, saya kuatir, tidak memiliki power dalam mengambil keputusan, dan kita harus mengikuti arahan parpol yang notabene pimpinan seluruhnya dibatasi usia.

Dalam ketenangan sambil merenung, datang tawaran untuk terlibat dalam partai politik baru berasaskan Alkitab. Saya mencoba untuk berdoa, dan bertanya dalam hati apakah ini pilihan hati saya. Saya bergabung dan menjadi Wakil Ketua I bidang Pemenangan Pemilu.

Jabatan politik sangat menjanjikan. Saya dilantik bersama teman-teman. Datanglah godaan yang membuat saya putus asa. Kenapa pilih partai baru ?, partai baru biaya sangat mahal, partai baru belum tentu akan mengikuti pemilu 2024 karena parpol berasaskan agama apalagi bernafaskan Alkitab sangat sulit tembus.

Alasanya partai ini akan sulit tembus di kantong-kantong muslim sangat sulit terbentuk kepengurusannya. Benar-benar putus asa, kecewa dan timbul keraguan karena kurang yakin benar.

Lalu saya putuskan untuk mengundurkan diri sebelum terlanjut terjerumus lebih dalam lagi. Saya putuskan untuk membenamkan niat dan cita-cita saya untuk menjadi politisi baru walaupun usia tidak mudah lagi. Walaupun demikian tawaran itu dari parpol masih saja datang agar saya bertarung di dapil yang saya inginkan. Sayapun mencoba memberi jawaban kalau mau rekrut saya tempatkan saya di dapil Kota Kupang, dengan pertimbangan saya sudah banyak hubungan relasi yang baik kepada teman, sahabat, kerabat dan kenalan saya dan juga saya mantan ketua organisasi peguyuban keluarga besar kabupaten Ende yang jumlah anggotanya lebih dari 20,000 jiwa/pemilih.

Saya sudah sangat kenal baik sifat dan karakter anggota mereka semua karena berasal dari satu etnis. Tawaran ini menjadi mentah karena ketua parpol tersebut yang saat ini menjadi anggota dewan tidak setujuh karena sudah pasti suara terbagi dan peluang menjadi kecil. Beliau menawarkan saya bertarung di dapil berbeda di daerah asal saya di Flores.

Setelah berpikir dan merenung dengan kemampuan financial dan fisik dengan mempertimbangkan medan flores yang berat, maka sayapun gagal lagi. Saya benar-benar putus asa, kecewa dan berjanji untuk tidak terjun di dunia politik lagi, dan cukup menikmati pensiun dengan bahagia, damai dan tenang.

Suatu hari, sambil menikmati minum kopi sore, telepon berdering datang dari Ende (Vis Gadi/sekarang Ketua DPC PCI Kabupaten Ende), menawarkan kepada saya untuk terim mandat Ormas Gerakan Rakyat Cinta Indonesia. Saya katakana kalau bentuk partai politik saya tolak.

Beliau mengirim nomor kontak ternyata Ibu Titi  Kusumawati saat ini menjabat sebagai Sekjend Partai Cinta Indonesia. Saya kontak beliau dan menjelaskan duduk persoalan Ormas Gercin ini. Saya terima, dan hanya dalam kurun waktu lebih kurang dua minggu saya telah mampu membentuk 18 DPC GERCN di 22 Kabupaten/Kota se-Nusa Tenggara Timur. Rapat konsolidasi berjalan sesuai harapan, lagi-lagi mendapat hambatan sehingga belum bisa dilantik kepengurusan semua tingkatan.

Agustus 2021 menjadi titik akhir penentuan pilihan politik saya.  Ibu Titi  Kusumawati, adalah orang sangat menentukan pilihan saya. Dan apabila ini adalah jawaban doa dan cita-cita saya maka saya sangat bersyukur berkenalan dan bertemu dengan Ketua Umum Bpk. Hendrik Yancen Udam dan Ibu Titi Kusumawati  ini. Kedua tokoh penting dalam kehidupan politik ini  menyakinkan saya bahwa Ormas GERCIN tetap berdiri, tetapi Partai Cinta Indonesia berdiri dengan visi dan misi tetap untuk mempertahankan NKRI, Pancasila dan UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dengan mengusug thema besar membangun Indonesia dengan Cinta dan Kedamaian. Hati luluh lantah berkeping-keping.

Niat dan keinginan yang sudah saya benamkan terpaksa harus menjilat kembali ludah sendiri. Untaian kalimat yang sangat sederhana mudah dipahami, dan mudah pula dicerna maknanya. Remuk, hancur, dengan keringat dan air mata ku selami betul kata-katanya, saya harus bangkit, wajar-wajar para tokoh penting dalam hidupku mulai dari tokoh pertama hingga tokoh terakhir seakan-akan bernyanyi lagu bangunlah dada kelana, hirup nafas iman yang baru, pergilah ke sudut-sudut hati dan wartakan Partai Cinta Indonesia.

Semangat inilah yang mengispirasi hidupku dalam menentukan pilihan politikku saat ini.

 

Berita Lainnya untuk Anda

Tinggalkan Komen