HYU Kurang Elok Presiden Di Turunkan Di Tengah Jalan : Pengamat Bulan Oktober 2020  Presiden  Di Turunkan

oleh manager
1367 tampilan
Bagikan berita ini

 

Mahfud : Presiden Tak Bisa Diberhentikan di Tengah Jalan

Jakarta.Jenderalnews.com – Pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono mensinyalir, saat ini ada gerakan bawah tanah atau klandestein untuk menjatuhkan Jokowi. Menurutnya, gerakan itu menggunakan isu Covid-19 hingga komunisme.

Tokoh yang disegani masyarakat aceh itu memprediksi gerakan tersebut akan berpuncak pada Oktober 2020 atau tepat setahun periode kedua pemerintahan Jokowi. Tokoh perdamaian Thailand Selatan itu mencium gelagat tak sedap dari lawan-lawan politik Jokowi. Bahkan yang semula merupakan kawan seiring, kini tengah menggalang kekuatan untuk menjatuhkan Jokowi.

“Jadi sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengawal dan mengamankan beliau. Jangan suka main belakang jika sudah mendukung telan itu manis pahitnya, niscaya bangsa kita akan besar dan disegani bangsa-bangsa lain. Mereka memanfaatkan media dan mahasiswa serta kelompok garis keras untuk mendukung gerakan mereka,” kata Suhendra di Jakarta, Rabu (27/5).

Mereka, kata dia, sedang menunggu di tikungan, di tengah situasi yang tak menentu akibat pandemi Covid-19 yang berujung pada ancaman krisis ekonomi dan sosial. Hingga September nanti, lanjut Suhendra, isu komunisme, radikalisme hingga kebijakan presiden akan terus diembuskan, bersahutan dengan isu Covid-19 dan ancaman krisis ekonomi.

“Ibaratnya, mereka sudah siap dengan bensin di tangan, tinggal menunggu munculnya percikan api,” tegas Suhendra.

Di tempat terpisah  Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Rakyat Cinta Indonesia ( Dpn Gercin ) Hendrik Yance Udam,yang  lebih akrap di panggil dengan istilah Bung HYU di hubungi media ini via telpon selulernya (sabtu 30/mei/2020 ) mengatakan bahwa,” sangat kurang elok kalau pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terpilih secara demokratis  pada pemilu 2019 sesui dengan konstitusi Negara kita di turunkan dengan cara – cara yang tidak elegan atau inkostitusi ,”tegas HYU  putra papua

Lebih lanjut HYU menjelaskan bahwa,” sangat rawan sekali kondisi  ekonomi dan politik dalam negri  saat pandemi Covid 19 yang masi melanda bangsa kita, oleh sebab itu isu untuk menjatuhakn Presiden Joko Widodo jangan di hebuskan oleh sesama anak bangsa sebab dapat membuat konflik politik berkepanjangan di negri Indonesia yang kta cintai bersama.

Dan apa yang di katakana oleh salah satu pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono yang mengatakan bahwa ada gerakan gerakan politik yang ingin menjatuhkan pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah merupakan sinyal positif yang harus di antisipasi oleh perangkat Negara seperti TNI/POLRI   sehingga  di Indoneia ada langka – langka prevetif yang di lakukukan dalam menjaga NKRI dari gejolak politik dan perpecahan.

Seandainya di paksakan untuk Joko Widodo  di lengserkan dari kekuasaannya sebagai Presiden Republik Indonesia ,  maka hal tersebut bukanlah  merupakan sebuah solusi strategis dalam menyelesaikan persoalan bangsa yang begitu rumit.

Justru akan menimbulkan persoalan – persoalan baru lagi yang akan mengakibatakan stabilitas eknomi dan politik dalam negri menjadi kacau. Ketika  stabilitas politik dan ekonomi menjadi kacau maka situasi tersebut akan di manfaatkan oleh kelompok kelompok tertentu yang memiliki kepentingan untuk mengacaukan NKRI.

Isu – isu semagat disintegrasi bangsa  yang tumbuh subur di beberapa daerah di Indonesia,bisa menjadi pintu masuk untuk mengancaukan NKRI . Hal ini  harus pula di antisipasi secepatnya oleh TNI/POLRI sehingga gejolak politik seperti ini tidak terjadi,”jelas HYU

HYU juga berharap agar supaya semua komponen anak bangsa yang mencintai NKRI harus bisa bersatu dalam menjaga NKRI dari perpecahan jangan biarkan  NKRI yang di rebut dengan darah dan air mata dari para  penjajah, bubar begitu saja karena perbedaan politik  sesama anak bangsa,”harap HYU.

Semetara itu Menko Polhukam Mahfud MD menegaskan Presiden tak bisa diberhentikan di tengah jalan, karena sudah diatur UU 1945 dengan memenuhi lima persyaratan.

Pertama jika terlibat korupsi. Kedua, terlibat penyuapan. Ketiga, pengkhianatan terhadap negara. Keempat, melakukan kejahatan dengan ancaman lebih dari lima tahun, kemudian kalau terjadi keadaan di mana tidak memenuhi syarat lagi,” ujar Mahfud, di Jakarta, Sabtu (30/5).

Mahfud menyayangkan diskusi virtual oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, bertema “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” itu batal digelar.

“Kemarin yang muncul di Yogyakarta, kita sayangkan juga tuh, di UGM mau ada seminar kemudian tiba-tiba tidak jadi,” katanya.

“Lalu ada isu makar. Padahal, ndak juga sih kalau saya baca. Kebetulan, calon pembicara di UGM itu dulu saya promotornya ketika doktor, kemudian jadi asisten. Bu Ni’matul Huda itu orangnya juga tidak aneh-aneh, dia ahli hukum tata negara,” tambahnya.

Oleh sebab itu, ia menyampaikan kepada aparat keamanan untuk tidak mengkhawatirkan pelaksanaan diskusi itu sebagai forum ilmiah.

Akan tetapi, Mahfud kemudian mendapatkan informasi jika diskusi tersebut urung digelar, padahal UGM dan aparat kepolisian tidak pernah melarang pelaksanaan diskusi itu.

“Saya cek ke polisi, ndak ada polisi melarang. Saya cek rektor UGM, saya telpon Rektor UGM, pembantu rektor, apa itu dilarang? Ndak Pak itu di antara mereka sendiri,” ungkapnya.

Mengenai teror terhadap para pembicara diskusi itu, Mahfud meminta korban untuk melaporkan agar bisa segera diusut tuntas oleh pihak kepolisian.

 

Reporter Sandra Charlotte

Berita Lainnya untuk Anda

Tinggalkan Komen